Bismillah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, salah satu kaidah dasar dalam beragama yang menjadi pedoman setiap muslim ialah mendahulukan ilmu sebelum perkataan dan perbuatan. Tidak akan benar perkataan dan perbuatan kecuali apabila dilandasi ilmu.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati; itu semua akan dimintai pertanggungjawabannya.” (al-Israa’ : 36). Oleh sebab itu setiap muslim dituntut untuk mengembalikan perkara agama kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Allah berfirman (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih tentang suatu perkara, kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul; jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir…” (an-Nisaa’ : 59)
Keimanan kita kepada Allah dan hari akhir menuntut sikap tunduk dan pasrah kepada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Sebab Allah yang paling mengetahui apa yang baik dan buruk bagi hamba-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidak pantas bagi seorang lelaki yang beriman atau perempuan yang beriman apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka. Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan rasul-Nya sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (al-Ahzab : 36)
Perkara akidah atau tauhid adalah perkara paling penting dalam hidup seorang muslim. Karena dengan benarnya akidah seorang muslim akan bisa meraih kebahagiaan hidup dan ketentraman hati. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan, dalam keadaan beriman; benar-benar Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan membalasnya dengan pahala yang lebih baik dari apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Di tengah umat manusia, dakwah tauhid merupakan misi pokok setiap rasul dalam memperbaiki keadaan umatnya. Hal ini telah dikisahkan oleh Allah dalam ayat (yang artinya), “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36). Meskipun demikian sejarah menunjukkan bahwa setiap rasul menghadapi tantangan dan hambatan dari berbagai lapisan kepentingan. Kebiasaan dan keyakinan nenek moyang yang dipertahankan dengan mengorbankan kebenaran sering dijadikan kedok untuk menyingkirkan dakwah tauhid dan para penyerunya. Hujjah-hujjah al-Qur’an atau wahyu mereka bantah dengan logika yang dangkal dan perasaan yang menuruti hawa nafsu semata. Sehingga syirik pun dibela dan kekafiran dipuja-puja. Muncullah berbagai alasan semu dan menipu demi memalingkan manusia dari kebenaran. Alasan-alasan itulah yang disebut oleh para ulama dengan syubhat atau kerancuan pemahaman. Dan kerancuan pemahaman yang paling berat adalah yang merusak tauhid dan akidah seorang muslim.
Melalui risalah Qawa’id Arba’ atau empat kaidah pokok ini, Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah menunjukkan kepada umat manusia beberapa kekeliruan pemahaman yang tersebar di tengah kaum muslimin. Diantara kekeliruan mereka adalah dalam memahami hakikat tauhid yang diajarkan oleh para rasul dan ditolak oleh kaum musyrikin Quraisy di masa itu. Akibat keliru memahami tauhid akhirnya banyak orang pun terjerumus dalam jurang kemusyrikan dalam keadaan tidak menyadari atau merasa benar. Keadaan mereka tidak jauh dengan apa yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Katakanlah; Maukah kami kabarkan kepada kalian mengenai orang-orang yang paling merugi amalnya; yaitu orang-orang yang sia-sia usahanya dalam kehidupan dunia sementara mereka mengira telah berbuat dengan sebaik-baiknya.” (al-Kahfi : 103-104). Seperti yang dikatakan oleh sebagian sahabat, “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi tidak meraihnya…” Oleh sebab itu penting sekali bagi setiap muslim untuk mempelajari kaidah agama secara umum dan kaidah tauhid secara khusus agar tidak tersesat dari jalan yang lurus.
Penyusun : Redaksi al-mubarok.com